Kabarnanggroe.com, Kota Jantho – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk lebih siaga terkait maraknya mutasi aparat dan pejabat jelang Pilkada Serentak 2024. “Bawaslu RI harus aktif dan tidak pasif seperti Pemilu 2024 lalu,” sebut Divisi Monitoring KIPP, Brahma Aryana, kepada Kompas.com pada Selasa (6/8/2024).
“Segala kegarangan Bawaslu dan jajarannya yang gencar saat ini sebelum pilkada dimulai harus dibuktikan kepada rakyat, sehingga sebagai lembaga pengawas pemilu tidak hanya formalitas semata,” ujar dia. KIPP menyoroti, hingga saat ini sudah ada sekitar 40 dari total 273 orang pj kepala daerah yang membuat pernyataan permohonan pengunduran diri karena mereka ikut Pilkada 2024.
Terdapat pula upaya rotasi dan mutasi jabatan di sejumlah pemerintah daerah namun dibatalkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sebab, UU Pilkada melarang kepala daerah untuk melakukan mutasi jabatan di lingkungannya terhitung 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU.
“Begitu marak terjadi mutasi di beberapa daerah yang dapat disalahgunakan untuk memenangkan kandidat tertentu dan berpotensi timbulnya ketidaknetralan yang dilakukan oleh ASN,” ujar Brahma. Di lingkungan Polri, hasil pemantauan KIPP, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahkan memutasi 6 orang kapolda baru-baru ini.
“Sementara di lingkungan TNI, sebanyak 256 pati (perwira tinggi) TNI yang terdiri dari 156 Pati TNI AD, 52 Pati TNI AL, dan 48 Pati TNI AU telah dimutasi dan mendapat promosi jabatan,” kata Brahma. Situasi ini dinilai sebagai replikasi atas upaya pengerahan sumber daya negara pada Pemilu 2024 lalu.
“Banyaknya pj (penjabat) kepala daerah yang mengikuti pilkada dan diikuti mutasi jabatan serta promosi, juga rotasi jabatan di lingkungan TNI/Polri, merupakan indikator kerawanan penyalahgunaan birokrasi dan pengerahan aparatur kepala negara sebagai alat pemenangan pilkada, sebagaimana marak ditemukan pada Pemilu 2024,” ujar dia.
Dalam catatan Komisi ASN (KASN) pada Pilkada Serentak 2020, sedikitnya ada 2.034 2034 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN. Sebanyak 1.596 ASN atau 78,5 persen di antaranya terbukti melanggar netralitas.
Sementara itu, pada Pemilu 2024, pelanggaran netralitas ASN menempati urutan kedua terbanyak setelah pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
“Birokrasi dan ASN menjadi fokus yang paling disorot publik karena pelanggaran netralitas ASN merupakan biang pelanggaran yang dampaknya paling masif, destruktif dan paralel dengan pelanggaran lain seperti mobilisasi kepala desa, politik uang, manipulasi suara pemilih dan lain-lain,” ucap Brahma.