Kabarnanggroe.com, Bireuen – Pemain sepak Pra PORA Aceh Besar yang menginap di Hotel Graha Buana Bireuen menjalani rutinitas harian berbeda pada hari terakhir pertandingan Grup C di Stadion Cot Gapu pada Rabu (2/7/2025) sore.
Pemain yang sudah kelelahan melawan tim Pra PORA Lhokseumawe yang dipenuhi dengan kericuhan, lebih memilih beristirahat di kamar hotel bersama koleganya. Sebagian pemain ternyata mengalami cedera seusai laga tersebut, termasuk jatuh sakit demam dan lainnya.
Ketua Tim Manajemen Sepak Bola Pra PORA Aceh Besar, Mariadi ST MM bersama Manajer Wahyu ‘Al-Yunirun bersama jurnalis media ini tiba di hotel pada Rabu (2/7/2025) dini hari, sekitar pukul 03.00 WIB.
Kedatangan kedua petinggi ini untuk memberi dukungan penuh kepada pemain yang bermain imbang 1-1 melawan Lhokseumawe dan memenangkan laga perdana melawan Bener Meriah 3-0. Memasuki pagi hari, seluruh pemain mendapat sarapan pagi, dengan sebagian pemain berjalan tertatih-tatih akibat cedera.
Tim ofisial yang menangani pemain cedera, Daniel mengaku telah membawa pemain cedera ke tukang urut, tetapi belum sepenuhnya membaik. Dia mengaku sejumlah pemain jatuh sakit demam, akibat suhu capai 34 derajat Celcius saat bertanding melawan tim Kota Lhokseumawe, sehingga bolak-balik membeli obat di apotek sepanjang malam hari.
Pada pagi hari, Daniel membawa seorang pemain sakit demam ke klinik terdekat untuk mendapat pemeriksaan dan obat. Dari hasil pemeriksaan, kondisi pemain sehat-sehat saja, tetapi tubuh agak hangat, sehingga dilarang bermain sepak bola pada sore hari.
Padahal, tenaganya sangat dibutuhkan untuk meraih kemenangan melawan tuan rumah Bireuen. Tetapi, karena dokter melarang, pelatih tidak menurunkannya saat melawan Bireuen. Begitu juga dengan seorang pemain gelandang yang juga mengalami sakit, iritasi kulit ikut dibawa ke klinik dan dokter memberi obat oles dan untuk diminum.
Seusai dibawa pulang ke hotel, keduanya langsung beristirahat di kamar dan pemain lainnya bersantai di lobi hotel atau rebah-rebahan di dalam kamar. Jelang siang, pemain kembali mendapat makan siang dan melaksanakan shalat Zuhur berjamaah dengan iman, pelatih kiper Rahmanuddin.
Para pemain yang mengenakan kain sarung dan juga baju terusan panjang atau jubah dikumpulkan di ruang shalat hotel untuk mendapat pencerahan dari ketua tim dan juga manajer. Arahan yang berlangsung selama satu jam lebih, mendapat sambutan hangat dari pemain, khususnya ketika disebutkan ada bonus jika dapat melakukan sesuatu hal, seperti mencetak gol.
Bahkan, jika berhasil memenangkan pertandingan melawan Bireuen, sehingga lolos langsung ke PORA Aceh Jaya 2026, ketua tim mempersiapkan bonus pribadi untuk diberikan kepada pemain yang langsung mendapat aplaus pemain.
Tetapi, hasil akhir laga berbeda, sehingga bonus diberi dalam bentuk lain, agar pemain tidak kecewa. Berbagai hal lainnya juga disampaikan kepada pemain, sehingga akan menumbuhkan semangat juang tinggi dan mental baja saat menghadapi tuan rumah yang didukung penuh penonton. Seusai arahan, pemain membubarkan diri untuk mempersiapkan diri menuju stadion.
Pada pukul 15.00 WIB, pemain dibawa dengan minibus Pemkab Aceh Besar ke Stadion Cot Gapu yang mulai didatangi penonton, bukan hanya dari Bireuen, tetapi juga dari Kota Lhokseumawe dan sekitarnya.
Ketua Tim Manajemen Sepak Bola Pra PORA Aceh Besar, Mariadi juga datang ke stadion jelang shalat Ashar. Pertandingan dilaksanakan sekitar pukul 16.30 WIB atau sesudah shalat Ashar dengan penonton melingkari stadion, baik yang duduk maupun berdiri.
Begitu kick-off dimulai, pemain Aceh Besar sambil berkomunikasi sesama pemain melakukan serangan, sehingga keriuhan terdengar di dalam lapangan, khususnya suara pemain Aceh Besar. Salah seorang penonton sempat bercelutuk “Kenapa ribut kali, nanti kalau sudah gol pasti diam”.
Ternyata terbukti, setelah gol dilesatkan pemain Bireuen dengan posisi 1-0, suara anak-anak Aceh Besar mulai hilang diterpa angin. Bahkan saat gol kedua kembali terjadi pada babak kedua, suara itu hilang.
Memasuki babak kedua, pemain Bireuen kembali melakukan gebrakan dengan sejumlah remaja putri yang berada di podium berteriak menyebutkan nama pemain idolanya. Bahkan, saat gol ketiga kembali dicetak Bireuen, para remaja putri ini kembali memanggil-manggil namanya.
Tetapi, begitu satu gol balasan dari Aceh Besar terjadi, penonton mulai terusik dengan menyebutkan kiper Bireuen salah langkah. Bahkan, pada gol balasan kedua Aceh Besar, penonton menyebut kiper seperti sengaja memberi gol, karena bola sudah di tangan, tetapi lepas masuk gawang.
Sebaliknya, penonton menyebut kiper Aceh Besar selalu siap mengantisipasi bola serangan pemain Bireuen, sehingga tidak berhasil mencetak gol tambahan. Hasil akhir, Bireuen tetap menang 3-2, sehingga menjadi juara grup dengan penonton berhamburan ke lapangan,. Pemain Aceh besar juga sujud syukur, masih punya peluang lolos PORA melalui jalur playoff.
Itulah keseharian pemain muda sepak bola yang harus terus mendapat perhatian dari pimpinan, termasuk pelatih, sehingga lebih nyaman bermain untuk meraih kemenangan. Semoga, dalam playoff melawan Aceh Tamiang, sebuah tim yang tidak boleh diremehkan, pemain Aceh Besar harus kembali mendapat suntikan semangat, seperti di Bireuen.(Muh)