Penggunaan Sarkasme Dalam Pergaulan Masyarakat Aceh

Muzaris Masyhudi, S.Pd., M.Pd (Guru & Kepala Asrama SMPN Ali Hasjmy Boardi School)

Kabarnanggroe.com, Bahasa merupakan salah satu media yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Manusia tidak akan lepas dari proses penggunaan bahasa dalam kehidupannya sehari-hari. Bahasa digunakan dalam setiap lini kehidupan untuk mempermudah proses berkomunikasi. Penggunaan bahasa tidak mengenal usia, dari orang tua hingga anak kecil, harus menggunakan bahasa untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya.

Bahasa pertama atau bahasa ibu merupakan bahasa yang pertama kali didengar oleh seorang anak. Bahasa pertama tersebut kemudian berusaha diucapkan oleh seorang anak dengan cara peniruan. Meskipun kata-kata tersebut tidak jelas maknanya. Ketidakjelasan tersebut disebabkan alat ucap yang belum sempurna, kemudian lama kelamaan karena ia tidak mendengar bunyi bahasa selain dari bunyi bahasa ibunya sendiri, maka ia pun hanya akan membunyikan bahasa ibunya saja.

Terdapat hubungan antara bahasa pertama yang diperoleh seorang anak dengan perkembangan anak nantinya. Seorang anak yang memperoleh bahasa pertama berupa kata-kata kotor, maka anak tersebut akan menirunya dan mengucapkannya hingga ia remaja bahkan dewasa. Selanjutnya, perilakunya akan terpengaruh pula.

Remaja adalah kelompok yang sedang tumbuh dan berkembang, mengadaptasi diri terhadap masa kini dan masa depan. Remaja di satu sisi merupakan generasi harapan bangsa, namun di sisi lain mereka harus menghadapi banyak permasalahan yang bukan tidak mungkin akan mengganggu perkembangan fisik maupun psikologis mereka kedepannya.

Namun pada remaja, tata bahasa yang mereka gunakan tentu berbeda dengan tata bahasa yang orang dewasa gunakan. Hal ini disebabkan bahasa mereka masih berupa bahasa sederhana. Seorang remaja biasanya mengucapkan kata-kata yang mereka dapatkan dari lingkungan mereka. Hal ini biasa disebut pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang (bukan cuma remaja) secara tidak sadar, implisit, dan informal. Hal ini berarti bahwa proses tersebut tidak mengenal guru, dosen atau orang yang semacam itu yang bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar. Juga tidak ada semacam kurikulum atau rencana Pelajaran tertentu, serta tidak ada pula waktu dan tempat yang khusus yang disediakan untuk belajar bahasa tersebut.

Lingkungan juga mempunyai peranan penting terhadap perkembangan bahasa pertama remaja. Tidak jauh berbeda dengan contoh di atas, seorang remaja yang tumbuh di lingkungan dengan kondisi sosial buruk, akan memperoleh kata-kata yang buruk untuk didengar. Kata-kata tersebut kemudian diulang-ulangnya, meskipun dia tidak tahu apa artinya. Bahkan terkadang, ketika menangis pula kata tersebut mereka ucapkan tanpa sadar. Contoh lainnya, seorang anak yang tumbuh di lingkungan dengan banyak larangan, maka kata-kata yang didengarnya hanyalah kata-kata negatif yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan si remaja. Remaja tersebut akan tumbuh menjadi remaja yang pesimis, penuh rasa takut, tidak mampu menghadapi masalah, dan lainnya.

Dewasa ini pergaulan mulai dari kalangan anak-anak, remaja bahkan dewasa sekalipun begitu beragam dan variatif. Perkembangan teknologi memiliki peran dimana bahasa yang terlontar malai dari kalngan anak-anak sampai kalangan dewasa sudah variatif bahkan bahasa kotor dan kasarpun sering terdengar diberbagai tempat yang sudah menjadi kebiasaan dalam menggunakan bahasa kasar atau tidak sopan yang dilontarkan. Kata-kata kasar yang mereka lontarkan banyak menggunakan bahasa lokal seperti Bahasa Aceh. Sayangnya, kebiasan buruk ini seringkali dianggap biasa saja diberbagai tingkat kalangan. Ironisnya lagi mereka adalah yang berada di lingkungan yang dikenal dengan syari’at Islam.

Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat yang berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bahasa juga merupakan alat ekspresi diri sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri. Agar komunikasi yang dilakukan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasanya.

Suatu bahasa selalu mempunyai dua segi, yaitu segi ekspresi dan segi isi. Apabila segi ekspresi adalah segi seleksi kata-kata, maka rangkaian kata-kata tadi dapat memberi arti khusus, yaitu umpamanya dengan memindahkan tempat kata-kata sehingga didengar lebih indah dan halus. Hal ini sering dilakukan oleh puisi, selain itu bahasa mempunyai bentuk dan subtansi. Subtansi adalah kata atau ungkapannya, sedangkan bentuk adalah apa yang diberi oleh pembicara kepada kata yang dipakainya. Melalui bentuk yang dipilih oleh pembicara maka suatu kata memperoleh arti dan makna.

Namun, tidak bisa kita pungkiri, dengan bahasa pun orang dapat berkelahi dan berperang dalam pergaulan, interaksi itu sering menimbulkan perbenturan, perbenturan sosial atau konflik sosial. Perbenturan sosial itu timbul akibat ketidakcocokan antara harapan dan kenyataan. Meski demikian, perbenturan sosial sering pula dapat diselesaikan dengan bahasa. Di sini bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi.

Kerumitan berkomunikasi manakala komunikasi itu bersinggungan dengan persoalan mengenai orang-orang yang menggunakan gaya ujaran yang berbeda, sehingga kerap menimbulkan kesalahpahaman mengenai ekspresi dan mengenai maksud. Maka cukup beralasan ketika tidak banyak orang yang menjadi linguis yang pandai. Di seluruh dunia ribuan kesalahpahaman disebabkan setiap hari oleh kesalahan yang sederhana.

Bukan suatu rahasia lagi bahwa komunikasi itu sulit. Satu alasan mengapa orang-orang mengalami kesukaran dalam proses yang sulit ini, karena bahasa yang dipergunakan tidak tepat. Prinsip dasar komunikasi ada pada orang-orang, bukan pada kata-kata. Ketidaktepatan bahasa akan menantang setiap pembicara. hindari anggapan yang berbahaya bahwa komunikasi akan berjalan seperti yang diharapkan.

Komunikasi dapat pula menjadi jembatan sebagai aktivitas sosial yang menjadi kebutuhan para anggota masyarakat dengan membicarakan berbagai permasalahan, mulai dari masalah kehidupan sehari-hari mereka sampai kepada hal- hal yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kalau komunikasi dilihat dari perspektif multidimensional, ada dua tingkatan yang dapat diidentifikasi, yakni dimensi isi (content dimension) dan dimensi hubungan (relationship dimension). Dalam komunikasi antarmanusia, komunikasi tidak terpisah satu sama lain. Dimensi isi menunjukkan pada kata, bahasa, dan informasi yang dibawa oleh pesan, sementara dimensi hubungan menunjukkan begaimana peserta komunikasi berinteraksi satu sama lainnya.

Dewasa ini masih banyak orang, khususnya mulai dari anak-anak, remaja bahkan dewasa sangat sering menyalahgunakan bahasa yaitu dengan menggunakan bahasa kasar. Bahasa kasar yaitu bentuk bahasa yang tidak sesuai dengan tempat dan konteks sehingga dapat menyakiti perasaan pihak tertentu. Selain itu, bahasa kasar juga akan menimbulkan rasa tidak enak jika dipergunakan terhadap orang lain.

Saat ini sering kali dianggap bahwa penggunaan bahasa kasar dalam pergaulan merupakan hal wajar karena sudah terbiasa. Padahal jika dilihat penggunaan kata-kata yang tidak sopan sama sekali tidak menguntungkan baik untuk diri sendiri maupun orang lain yang diajak bicara. Kata-kata kotor serta makian sama sekali tidak membangun melainkan akan menyakitkan hati, melukai perasaan dan merendahkan harga diri, tidak hanya harga diri orang lain tapi juga harga diri sendiri.

Tak bisa dipungkiri bahasa kasar menjadi konsumsi segala lapisan masyarakat dan jenjang umur mulai dari kalangan anak-anak, remaja bahkan dewasa yang dipengaruhi oleh lingkungan pertemanan (pergaulan) dimana ketika mereka mendengarnya menjadi rangsangan kemudian mempraktikkannya, selain itu peran media cukup berpengaruh karena tontonan hingga komentar pedas di media sosial. Bahasa sarkasme melekat dalam kehidupan sehari-hari kemudian berkembang menjadi budaya dalam kehidupan manusia.

Pelontaran bahasa sarkasme juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti emosi yang diakibatkan perselisihan pendapat juga karena ingin menunjukkan kalau mereka sedang marah, ingin memecah suasana (bercanda), keceplosan ketika berbincang bersama teman pergaulannya mulut secara spontan mengeluarkan kata kasar, kecewa dijanjikan sesuatu tapi tidak ditepati lalu sikap yang tidak disangka berubah, menunjukkan suatu hal yang indah dan lucu. situasi dan kondisi menjadi penyebab utama seseorang mengeluarkan kata kasar sesuai suasana hati dari pengguna kata kasar tersebut.

Kaum Muslim dididik dengan ajaran agama yang benar dan lurus. Islam itu rahmatan lil’alamin (menebar kasih sayang terhadap sesama) dan mengutamakan akhlak mulia (akhlaqul karimah). Mukmin atau muslim yang baik tidak akan berkata keji, kotor, melaknat, mencela, dan sebagainya yang buruk-buruk. Muslim sejati akan berbicara sopan, santun, tidak menyakiti hati orang lain, dan selalu mengenakkan dalam berbicara.

Muslim yang baik itu bersikap “dewasa”, tidak emosional, tidak suka menghujat, sabar, tenang, hatinya penuh dengan dzikir, hatinya bersih, cool, calm, dan anti-kekerasan. Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad saw telah memberi petunjuk tentang hal-hal yang diharuskan sebagai perbuatan terpuji dan hal-hal yang harus ditinggalkan sebagai perbuatan tercela.

وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

Exit mobile version