Imigrasi Banda Aceh Amankan Pembuat Roti Profesional Asal Pakistan, 33 WNA Sudah Dideportasi

Kepala Kantor Imigrasi Banda Aceh, Gindo Ginting menggelar konferensi pers kronologi penangkapan pria WNA asal Pakistan (baju orange) membelakangi kamera di Aula Kantor Imigrasi Banda Aceh, Senin (3/11/2025) pagi. FOTO/MUHAMMAD NUR

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I TPI Banda Aceh telah mengamankan seorang warga negara asing (WNA) asal Pakistan yang profesional dalam memproduksi roti di Indian Coffee House, Lambhuk, Banda Aceh.

Pria berinisial MB kelahiran Mardan, Pakistan 4 Juli 1981 itu atau sudah berusia 44 tahun ditangkap seusai mendapat laporan dari masyarakat yang curiga atas kehadirannya di cafe tersebut Mardan, sebuah kota di Distrik Mardan, Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan yang terletak di Lembah Peshawar merupakan kota terbesar kedua di provinsi tersebut.

Tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) dari Kantor Imigrasi Banda Aceh langsung bergerak ke lokasi tersebut untuk memantau gerak-geriknya, seusai mendapat laporan dari masyarakat, khususnya pengunjung cafe tersebut.

Tidak butuh lama, pada Rabu (22/10/2025) dini hari, sekitar pukul 02.00 WIB, WNA Pakistan tersebut langsung ditangkap dan dibawa ke Kantor Imigrasi Banda Aceh untuk diperiksa lebih lanjut atas kelengkapan dokumennya bekerja di Indian Coffee House yang terletak di Jalan Jeumpa, Lambhuk, Banda Aceh.

Kepala Kantor Imigrasi Banda Aceh, Gindo Ginting didampingi pejabat Kanwil Dirjen Imigrasi Aceh, Ramli Lahai dalam konferensi pers bersama media cetak dan elektronik, Senin (3/11/2025) menjelaskan berdasarkan pemeriksaan dokumen, MB memiliki visa Izin Tinggal Terbatas (ITAS).

Tetapi, katanya, MB mengantongi Visa Tinggal Terbatas E33G yakni Remote Worker atau Pekerja Jarak Jauh. Dia menjelaskan berdasarkan hal tersebut, maka MB jelas-jelas telah menyalahgunakan visa yang dimilikinya.

Dikatakan, ITAS yang diterbitkan oleh Kanimsus Jakarta Barat pada 7 Maret 2025 seharusnya hanya diperuntukkan bagi pekerjaan jarak jauh secara online untuk perusahaan di luar Indonesia, bukan bekerja langsung di Indonesia.

Gindo Ginting menjelaskan pria Pakistan ini masuk ke Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada 26 Agustus 2025. Ditambahkan, hanya beberapa hari kemudian, MB terbang ke Aceh pada September 2025 untuk bekerja dan tinggal di cafe “Indian Coffee House Aceh”

Berdasarkan penelusuran tim Kantor Imigrasi Banda Aceh, pria Pakistan tersebut ahli dalam membuat roti khas Asia Selatan dengan upah bulanan yang diterimanya sebesar Rp 2 juta per bulan. Disebutkan, petugas telah mengamankan paspor asli dan fotokopi ITAS yang bersangkutan sebagai barang bukti.

Kepala Kantor Imigrasi Banda Aceh, Gindo Ginting (kanan) memegang paspor dan pejabat Kanwil DJI Aceh, Ramli Lahai memegang dokumen ITAS sebagai barang bukti pelanggaran keimigrasian pria asal Pakistan di Aula Kantor Imigrasi Banda Aceh, Senin (3/11/2025) pagi. FOTO/MUHAMMAD NUR

“Aktivitasnya, tentunya sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan pemberian ITAS Remote Worker kepadanya,” ujarnya. Dia menegaskan ITAS untuk Remote Worker hanya diperuntukkan bagi WNA yang bekerja jarak jauh secara online untuk perusahaan di luar negeri.

Sehingga, katanya, izin ini tidak dapat digunakan untuk pekerjaan fisik, apalagi mencari nafkah di kafe atau tempat usaha di Indonesia. “Tindakan MB ini diduga melanggar
Pasal 122 huruf (a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” jelas Gindo.

Dia menjelaskan untuk sementara, MB ditahan di Ruang Detensi Kantor Imigrasi Banda Aceh untuk proses hukum lebih lanjut, sebelum diserahkan ke Kejaksaan Negeri Banda Aceh untuk diadili di Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Gindo Ginting kembali menegaskan tetap berkomitmen untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara ketat, baik melalui kegiatan intelijen maupun kerja sama lintas instansi. “Kami berharap dukungan dan koordinasi yang baik dari semua pihak dapat terus berlanjut, agar wilayah Banda Aceh tetap aman, tertib, dan kondusif dari potensi pelanggaran keimigrasian,” harap Gindo.

Sedangkan pejabat Kanwil DJI Aceh, Ramli Lahai meminta masyarakat untuk melaporkan setiap aktivitas yang mencurigakan jika mengetahui ada WNA di wilayah masing-masing kepada pihaknya.

Sementara itu, pada sesi tanya jawab dengan wartawan, Gindo Ginting menyatakan sebanyak 33 WNA telah dideportasi ke negara masing-masing seusai menjalani hukuman di rumah tahanan (Rutan).

Dikatakan, para WNA yang melanggar batas izin tinggal ini, beberapa di antaranya berasal dari Malaysia, Pakistan, Korea Selatan dan India. “Seluruhnya telah dideportasi ke negara masing-masing,” ujarnya.

Dia menambahkan masih ada dua lagi WNA asal Pakistan telah inkrah atau divonis oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh, karena juga overstay atau masa izin tinggal telah habis masa berlakunya.(Muh)

Exit mobile version