Jadi Narasumber FGD, Kakanim Banda Aceh Tekankan Sinergi Penanganan Pengungsi

Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh, Gindo Ginting, SH MH, menjadi narasumber pada FGD Pencegahan Konflik Sosial dalam Rangka Terwujudnya Keamanan Dalam Negeri", di Aula Kantor Imigrasi Banda Aceh, Selasa (3/6/2025). FOTO/ DOK IMIGRASI BANDA ACEH

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh, Gindo Ginting, SH MH, menegaskan pentingnya peran keimigrasian dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. Penegasan tersebut disampaikan saat dirinya menjadi narasumber pada Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Sinergitas Pemerintah dalam Menangani Pengungsi dan Pencari Suaka Guna Mencegah Konflik Sosial dalam Rangka Terwujudnya Keamanan Dalam Negeri”, yang digelar di Aula Kantor Imigrasi Banda Aceh, Selasa (3/6/2025).

Dalam paparannya, Gindo Ginting menjelaskan bahwa peran Imigrasi dalam isu pengungsi bukan semata soal administratif, melainkan juga berkaitan langsung dengan penegakan hukum dan aspek strategis keamanan negara. Hal tersebut, menurutnya, didasarkan pada kerangka hukum nasional, yakni Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

“Imigrasi memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola keberadaan pengungsi dan pencari suaka, karena menyangkut kedaulatan negara serta stabilitas sosial di tengah masyarakat,” ujar Gindo Ginting.

Ia memaparkan bahwa proses penanganan pengungsi terdiri atas empat tahapan penting, yaitu penemuan, penampungan, pengamanan, dan pengawasan. Setiap tahapan tersebut, menurutnya, tidak dapat dijalankan secara sektoral, melainkan harus melibatkan kerja sama lintas instansi.

“Penanganan pengungsi bukan tugas satu lembaga saja. Ini perlu sinergi antara TNI, Polri, Rudenim, UNHCR, IOM, dan tentu saja pemerintah daerah. Tanpa kolaborasi yang kuat, akan sulit mewujudkan penanganan yang efektif dan manusiawi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Gindo mengungkapkan bahwa hingga saat ini terdapat sebanyak 95 pengungsi Rohingya yang berada di wilayah kerja Kantor Imigrasi Banda Aceh, terutama di Kabupaten Pidie. Kondisi ini, katanya, harus ditangani dengan bijaksana agar tidak menimbulkan gesekan di tengah masyarakat lokal.

“Kita harus menjaga keseimbangan antara prinsip kemanusiaan dan aspek keamanan. Konflik sosial bisa muncul jika ada stigma, kecemburuan sosial, atau kapasitas daerah yang terbatas. Maka dari itu, pendekatan terpadu sangat dibutuhkan,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya menjunjung tinggi prinsip non-refoulement, yakni larangan memulangkan pengungsi ke negara asalnya yang berpotensi membahayakan keselamatan mereka. Namun di sisi lain, ia mengingatkan bahwa kewaspadaan terhadap potensi gangguan keamanan tetap harus menjadi prioritas.

“Negara hadir untuk melindungi siapa pun, termasuk pengungsi, tapi negara juga punya kewajiban melindungi warganya dari potensi konflik sosial. Di sinilah pentingnya sinergi dan komunikasi antarinstansi,” tutup Gindo Ginting.

FGD tersebut menghadirkan sejumlah pemangku kepentingan dari berbagai instansi, baik vertikal maupun daerah, yang berkomitmen memperkuat koordinasi dalam menangani persoalan pengungsi secara humanis dan aman.(Wahyu/*)

Exit mobile version