Kabarnanggroe.com, Yogyakarta – Suasana hangat penuh kekeluargaan menyelimuti Asrama Aceh Meurapi Duwa Yogyakarta saat digelarnya Milad ke-76 pada Sabtu malam, 31 Mei 2025. Mengusung tema “Budaya Aceh”, perayaan ini menjadi momentum penting untuk mempererat hubungan antarmahasiswa, alumni, dan masyarakat Aceh di tanah perantauan, sekaligus sebagai ruang pelestarian budaya daerah.
Meski langit Yogyakarta diguyur hujan deras sejak sore hari, semangat panitia dan para tamu undangan tak surut sedikit pun. Awalnya, acara direncanakan dimulai pukul 20.00 WIB di halaman terbuka, namun karena cuaca yang tak bersahabat, pelaksanaan harus tertunda beberapa jam. Usaha menyewa tenda sempat dilakukan, namun kondisi cuaca memaksa panitia untuk memindahkan seluruh rangkaian acara ke dalam gedung asrama.
Di tengah keterbatasan ruang, kehangatan justru semakin terasa. Ruangan yang penuh sesak diisi oleh para hadirin yang duduk rapat, sementara sebagian lainnya menyaksikan dari balik jendela. Kepadatan itu tidak menjadi penghalang, justru menjadi simbol kuatnya rasa kebersamaan dan solidaritas antarwarga Aceh di perantauan.
Rangkaian pertunjukan budaya tetap berlangsung meriah dan sarat makna. Diawali dengan Didong Gayo oleh Sanggar Lungun, seni tutur khas dataran tinggi Gayo yang menggugah ingatan kolektif akan kampung halaman. Dilanjutkan dengan tarian kolosal Ratoh Jaroe dari Rampoe UGM dan SAKA UGM, yang menampilkan kekompakan gerak dan semangat kebersamaan.
Pertunjukan berlanjut dengan Hikayat dari Center for Hikayat Studies, seni sastra lisan yang sarat nilai-nilai kearifan lokal. Kemudian, dentuman ritmis Rapai Grimpeng oleh Seuraya membakar semangat ruangan, diikuti oleh penampilan memukau seni bela diri Peuleubat oleh Ikamara, yang tetap enerjik meski tampil dalam ruang terbatas.
Ketika hujan mulai mereda, para hadirin diajak ke halaman untuk menyaksikan puncak pertunjukan malam itu: Debus, seni atraksi ekstrem yang menggambarkan kekebalan fisik dan spiritual. Disandingkan dengan pembacaan puisi “Alasan Mengapa Kita Menjadi Kebal”, penampilan ini menghadirkan suasana magis yang menggugah hati. Dalam gerimis tipis dan cahaya api yang membara, penonton diajak merenungi ketangguhan rakyat dalam menghadapi kerasnya kehidupan.
Ketua Asrama Aceh Meurapi Duwa Yogyakarta, Fawwaz Malikha, menegaskan bahwa milad ini bukan sekadar perayaan tahunan, tetapi wujud nyata dari eratnya ikatan emosional di antara warga Aceh di perantauan.
“Milad ini jadi momen penting untuk mempererat ikatan kekeluargaan antara mahasiswa, alumni, dan masyarakat Aceh di Jogja. Di perantauan, kebersamaan dan rasa saling memiliki adalah hal yang harus terus kita jaga,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua Panitia Milad ke-76, M. Fatih Ats, menyampaikan harapannya agar acara ini juga menjadi sarana edukasi budaya.
“Kami berharap milad ini tidak hanya menjadi selebrasi, tapi juga menjadi ruang belajar dan mengenal kembali budaya Aceh sebagai bagian dari identitas kita,” tuturnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada para alumni dan sponsor atas dukungan moral maupun material yang turut menyukseskan acara ini.
Milad ke-76 Asrama Aceh Meurapi Duwa Yogyakarta menjadi lebih dari sekadar peringatan ulang tahun. Ia menjelma menjadi ruang perjumpaan, wadah pelestarian, dan simbol kekuatan kolektif. Di tengah rintik hujan dan keterbatasan ruang, semangat untuk tetap bersama, menjaga budaya, dan mempererat rasa kekeluargaan terbukti tak pernah pudar. Di tanah rantau, kebal dari lupa—kuat karena bersama.
Kontributor : Muhammad Achyar