Situs Pariwisata Boat di Atas Rumah Lampulo Terus Didatangi Pengunjung

Wak Kolak (depan) mengisahkan kembali bencana tsunami 26 Desember 2004 pagi kepada para wisatawan asal Penang, Malaysia di komplek boat atas rumah di Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Minggu (1/6/2025) sore. FOTO/MUHAMMAD NUR

Kabarnanggroe.com, Banda Aceh – Situs pariwisata boat nelayan di atas sebuah rumah di Lampulo Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh terus didatangi pengunjung dari berbagai kalangan, termasuk dari nusantara dan mancanegara, khususnya Malaysia.

Salah satu situs tsunami di Banda Aceh ini yang telah menjadi bukti kedahsyatan tsunami 26 Desember 2004 masih menyisakan saksi hidup yang bisa mengisahkan kembali perjuangannya selamat dari hantaman gelombang raksasa air laut yang belum terpikirkan sebelumnya.

Para wisatawan nusantara dan mancanegara yang datang biasanya berombongan, seperti yang terlihat pada Minggu (1/6/2025) sore yang datang melihat boat di atas rumah untuk pertama kalinya atau sesudah hampir 21 tahun tsunami.

Rombongan asal Penang, Malaysia ini yang berjumlah sekitar 30 orang mendapat kisah kilas balik tsunami dari seorang wanita paruh baya yang akrab dipanggil Wak Kolak oleh warga setempat.

Wisatawan asal Penang, Malaysia bersiap melakukan foto bersama di depan boat atas rumah di Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Minggu (1/6/2025) sore. FOTO/MUHAMMAD NUR

Saat mendapat penjelasan, semuanya duduk di atas bangku beton dan Wak Kolak duduk di depan untuk mengisahkan kembali tsunami dan dirinya menjadi salah seorang korban selamat.

Dia sempat berujar “Saya selamat dengan boat ini saat tsunami terjadi.” Dia terus mengulas berbagai hal tentang tsunami yang ditutup dengan doa bersama. Rombongan asal Penang ini juga melakukan sesi foto bersama sebelum masuk ke dalam rumah yang masih seperti apa adanya sesuai dihantam tsunami.

Mereka juga melihat kondisi seisi rumah yang sempat direhab oleh Pemko Banda Aceh, sehingga tampak tidak berserakan seperti beberapa tahun setelah tsunami, barang-barang rumah tangga yang tersisa masih ada, tetapi kini sudah tidak ada lagi.

Anggota rombongan yang didampingi Wak Kolak sempat menanyakan tentang garasi yang kini terpampang nama korban tsunami dengan jumlah hampir 1.000 orang, seluruhnya warga Lampulo.

Wak Kolak mengatakan ada mobil di garasi ini dan pemiliknya naik mobil saat tsunami, tetapi tidak dijelaskan apakah selamat atau tidak. Kemudian, mereka melihat nama-mana korban tsunami di dinding yang tertulis dengan rapi.

Wisatawan asal Penang, Malaysia melihat nama-nama korban tsunami di bawah boat atas rumah di Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Minggu (1/6/2025) sore. FOTO/MUHAMMAD NUR

Rombongan ini yang terdiri dari orang muda dan orang tua, baik wanita maupun pria terus melihat-lihat seisi rumah, sebelum Wak Kolak mengatakan buka sampai jam pukul 18.00 sore, saat jam menunjukkan 17.45 WIB.

Salah seorang anggota rombongan yang sempat ditemui mengaku baru tiba dari Penang, Malaysia dan langsung melihat boat di atas rumah ini. Saat ditanyakan, apakah akan melihat situs tsunami lagi, pria paruh baya itu mengatakan besok atau Senin (2/6/2025) pagi akan pergi ke Sabang.

“Kami semuanya ini masih satu keluarga datang ke Banda Aceh dan untuk pertama kalinya melihat boat di atas rumah ini,” katanya. Dia mengaku sudah mengetahui keberadaan boat ini, sehingga begitu tiba di kota ini, langsung datang ke tempat ini.

Sementara itu, salah seorang pedagang yang berada di area boat di atas rumah yang mengaku juga korban selamat tsunami menyatakan pada Minggu (1/6/2025) banyak pengunjung datang, khususnya warga luar Banda Aceh dan beberapa warga lokal.

Dikatakan, boat di atas rumah ini tidak pernah sepi dari pengunjung, selalu ada yang datang setiap hari. Tetapi, katanya, ada juga pada hari-hari tertentu, sepi pengunjung, tetapi tetap ada yang datang.

Sedangkan seorang pengrajin tas dan selendang tradisional Aceh asal Peunyeurat, Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh menempatkan hasil produksinya di pedagang boat di atas rumah.

Dia menyatakan barang hasil kerajinan ini sangat diminati pengunjung, sehingga hanya dalam beberapa hari harus dimasukkan lagi barang kerajinan baru. Pria satu ini berharap kunjungan ke situs tsunami ini terus meningkat, sehingga akan ikut meningkatkan perekonomian masyarakat.

Seperti diketahui, sebelum tsunami 26 Desember 2004, boat kayu tersebut berada di pelabuhan ikan Lampulo untuk perbaikan. Saat air laut menghantam permukiman Lampulo, boat tersebut terseret hingga 1 kilometer jauhnya dari tempat awal docking.

Salah satu pedagang menjual aneka produk kerajinan dan makanan khas Aceh di area boat atas rumah di Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Minggu (1/6/2025) sore. FOTO/MUHAMMAD NUR

Lalu saat air laut surut beberapa menit kemudian, boat kayu itu tersangkut di atas rumah warga milik ibu Abasyiah, tempat 59 korban selamat tsunami. Boat tersebut tidak diturunkan, tetapi dijadikan monumen bersejarah serta menjadi salah satu objek wisata yang menarik.

Situs ini terdiri dari dua lantai yang dapat diakses oleh pengunjung, dengan lantai pertama terdapat ratusan nama warga Lampulo yang meninggal dunia akibat tsunami.

Pada lantai kedua terdapat beberapa foto penampakan kondisi Aceh setelah diterjang tsunami. Jika pengunjung ingin melihat boat kayu ini dengan lebih dekat, terdapat jalan menanjak yang dapat dilewati menuju kapal.

Pada sekitaran monumen ini juga terdapat beberapa kios yang menjual aneka macam bordir motif Aceh, dan jajanan yang dapat dibeli pengunjung, seperti gorengan dan lainnya.

Situs ini yang dibuka dari pukul 08.00.18.00 WIB ramai dikunjungi wisatawan, khususnya dari negeri Jiran Malaysia dan tidak di pungut biaya, hanya ada kotak sumbangan untuk perawatan dari objek wisata tersebut dan pengunjung hanya perlu membayar parkir Rp 2.000.

Kehadiran situs ini, bukan hanya sebagai pengingat bencana dahsyat tersebut, tetapi sebagai pembelajaran bagi generasi berikutnya, bencana dapat datang kapan saja, tanpa bisa diketahui, seperti tsunami 26 Desember 2004 pagi yang tidak pernah diduga oleh warga Aceh, sehingga korban berjatuhan.

Kini, dengan teknologi canggih, hanya bisa memperkirakan akan terjadi sebuah bencana, seperti yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BKMG). Tetapi, kepastian sebuah bencana, hanya Allah SWT yang tahu, manusia hanya bisa menduga. Wallahualam.(Muh)

Exit mobile version